PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan telah bergulir dengan
ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar saranaprasarana,
standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan.
Tindak lanjut dari SNP adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) :
No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI);
No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL);
No. 24 tahun 2006 dan No. 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan SI dan SKL;
No. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;
No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah;
No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru;
No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan;
No. 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan;
No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian;
No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana; dan
No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa kurikulum
pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dikembangkan oleh setiap satuan
pendidikan. Pemerintah tidak lagi menetapkan kurikulum secara nasional
seperti pada periode sebelumnya. Satuan pendidikan harus mengembangkan
sendiri kurikulum sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan serta potensi
peserta didik, masyarakat, dan lingkungannya.
Berbagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan Standar
Nasional Pendidikan merupakan acuan dan pedoman dalam mengembangkan,
melaksanakan, mengevaluasi keterlaksanaannya, dan menindaklanjuti hasil
evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa
salah satu tugas Subdirektorat Pembelajaran –Direktorat Pembinaan SMA
adalah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman
serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan
kurikulum.
Selanjutnya, dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas
Unit Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah dijelaskan bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran –
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas antara lain melaksanakan
penyiapan bahan penyusunan pedoman dan prosedur pelaksanaan
pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan kurikulum.Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan berdasarkan standar
nasional memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji berdasarkan
analisis yang cermat dan teliti. Analisis dilakukan terhadap tuntutan
kompetensi yang tertuang dalam rumusan standar kompetensi dan kompetensi
dasar; Analisis mengenai kebutuhan dan potensi peserta didik, masyarakat, dan
lingkungan; Analisis peluang dan tantangan dalam memajukan pendidikan pada
masa yang akan datang dengan dinamika dan kompleksitas yang semakin tinggi.
Penjabaran Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai bagian
dari pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilakukan melalui
pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus
merupakan penjabaran umum dengan mengembangkan SK-KD menjadi
indikator, kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran, dan penilaian.
Penjabaran lebih lanjut dari silabus dalam bentuk rencana pelaksanaan
pembelajaran.
Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar merupakan tahapan awal
pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi yang
menggunakan acuan kriteria dalam penilaian, mengharuskan pendidik dan
satuan pendidikan menetapkan kriteria minimal yang menjadi tolok ukur
pencapaian kompetensi. Oleh karena itu, diperlukan panduan yang dapat
memberikan informasi tentang penetapan kriteria ketuntasan minimal yang
dilakukan di satuan pendidikan.
B. Tujuan
Penyusunan panduan ini bertujuan untuk:
1. Memberikan pemahaman lebih luas cara menetapkan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) mata pelajaran di satuan pendidikan, serta melakukan
analisis terhadap hasil belajar yang dicapai;
2. Mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui penetapan KKM yang
optimal sehingga meningkat secara bertahap;
3. Mendorong pendidik dan satuan pendidikan melakukan analisis secara teliti
dan cermat dalam menetapkan KKM serta menindaklanjutinya.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mencakup
pengertian dan fungsi KKM, mekanisme penetapan KKM, dan analisis KKM.
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
BAB II
PENGERTIAN DAN FUNGSI
KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)
A. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal
Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah
menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam
menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan
peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM).
KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun
besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak
mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus
pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil
empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk
menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata
kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk
mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi
kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang
tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang
belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria
ketuntasan minimal.
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan
hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa
satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan
pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama
penetapan KKM.
Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi
sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100
merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional
diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari
kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan
secara bertahap.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik,
dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan
perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh
peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus
dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi
hasil belajar peserta didik.
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
B. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal
Fungsi kriteria ketuntasan minimal:
1. sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai
kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar
dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan.
Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian
kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan
pengayaan;
2. sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian
mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM
yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan
dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai
melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus
mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;
3. dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi
program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi
keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan
pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD
berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan
informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit,
dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan saranaprasarana
belajar di sekolah;
4. merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan
antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM
merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta
didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik melakukan
upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan
penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif
mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah
didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi
dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran.
Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan
pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses
pembelajaran dan penilaian di sekolah;
5. merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap
mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin
untuk melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM
merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam
menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM
yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok
ukur kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat.
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
BAB III
MEKANISME PENETAPAN KKM
A. Prinsip Penetapan KKM
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa
ketentuan sebagai berikut:
1. Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat
dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif
dapat dilakukan melalui professional judgement oleh pendidik dengan
mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik
mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif
dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan
kriteria yang ditentukan;
2. Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis
ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan
kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai
ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi
3. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan ratarata
dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta
didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu
apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang
telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;
4. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan
rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;
5. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari
semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun
pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor)
peserta didik;
6. Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidik untuk membuat soal-soal
ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS)
maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun tugas-tugas
harus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang
diujikan. Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan
seluruh hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara;
7. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya
perbedaan nilai ketuntasan minimal.
B. Langkah-Langkah Penetapan KKM
Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran.
Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut:
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
1. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan
mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung,
dan intake peserta didik dengan skema sebagai berikut:
Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata
pelajaran;
2. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan
oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan
penilaian;
3. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan;
4. KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada
orang tua/wali peserta didik.
C. Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kriteria ketuntasan minimal
adalah:
1. Tingkat kompleksitas, kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi
dasar, dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik.
Suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi, apabila
dalam pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah
kondisi sebagai berikut:
a. guru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan
pada peserta didik;
b. guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang
bervariasi;
c. guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang
diajarkan;
d. peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi;
e. peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep;
f. peserta didik yang cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian
tugas/pekerjaan;
g. waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena
memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam
proses pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan;
h. tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta
didik dapat mencapai ketuntasan belajar.
KKM
Indikator
KKM
KD
KKM
SK
KKM
MP
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
Contoh 1.
SK 2. : Memahami hukum-hukum dasar kimia dan penerapannya dalam
perhitungan kimia (stoikiometri)
KD 2.2 : Membuktikan dan mengkomunikasikan berlakunya hukumhukum
dasar kimia melalui percobaan serta menerapkan konsep
mol dalam menyelesaikan perhitungan kimia
Indikator : Menentukan pereaksi pembatas dalam suatu reaksi
Indikator ini memiliki kompleksitas yang tinggi, karena untuk menentukan
pereaksi pembatas diperlukan beberapa tahap pemahaman/penalaran
peserta didik dalam perhitungan kimia.
Contoh 2.
SK 1. : Memahami struktur atom, sifat-sifat periodik unsur, dan ikatan
kimia
KD 1.1. : Memahami struktur atom berdasarkan teori atom Bohr, sifatsifat
unsur, massa atom relatif, dan sifat-sifat periodik unsur
dalam tabel periodik serta menyadari keteraturannya, melalui
pemahaman konfigurasi elektron
Indikator : Menentukan konfigurasi elektron berdasarkan tabel periodik atau
nomor atom unsur.
Indikator ini memiliki kompleksitas yang rendah karena tidak memerlukan
tahapan berpikir/penalaran yang tinggi.
2. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan
pembelajaran pada masing-masing sekolah.
a. Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan
kompetensi yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan,
laboratorium, dan alat/bahan untuk proses pembelajaran;
b. Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders
sekolah.
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
8
Contoh:
SK 3. : Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktorfaktor
yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari dan industri
KD 3.3 : Menjelaskan keseimbangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pergeseran arah keseimbangan dengan melakukan percobaan
Indikator : Menyimpulkan pengaruh perubahan suhu, konsentrasi, tekanan,
dan volume pada pergeseran keseimbangan melalui percobaan.
Daya dukung untuk Indikator ini tinggi apabila sekolah mempunyai sarana
prasarana yang cukup untuk melakukan percobaan, dan guru mampu
menyajikan pembelajaran dengan baik. Tetapi daya dukungnya rendah
apabila sekolah tidak mempunyai sarana untuk melakukan percobaan atau
guru tidak mampu menyajikan pembelajaran dengan baik.
3. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata peserta didik di sekolah yang
bersangkutan
Penetapan intake di kelas X dapat didasarkan pada hasil seleksi pada saat
penerimaan peserta didik baru, Nilai Ujian Nasional/Sekolah, rapor SMP,
tes seleksi masuk atau psikotes; sedangkan penetapan intake di kelas XI dan
XII berdasarkan kemampuan peserta didik di kelas sebelumnya.
BAB IV
ANALISIS KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL
Pencapaian kriteria ketuntasan minimal perlu dianalisis untuk dapat ditindaklanjuti
sesuai dengan hasil yang diperoleh. Tindak lanjut diperlukan untuk melakukan
perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian.
Hasil analisis juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan penetapan KKM pada
semester atau tahun pembelajaran berikutnya.
Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal bertujuan untuk mengetahui
tingkat ketercapaian KKM yang telah ditetapkan. Setelah selesai melaksanakan
penilaian setiap KD harus dilakukan analisis pencapaian KKM. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk melakukan analisis rata-rata hasil pencapaian peserta didik
kelas X, XI, atau XII terhadap KKM yang telah ditetapkan pada setiap mata
pelajaran. Melalui analisis ini akan diperoleh data antara lain:
1. KD yang dapat dicapai oleh 75% - 100% dari jumlah peserta didik pada kelas X,
XI, atau XII;
2. KD yang dapat dicapai oleh 50% - 74% dari jumlah peserta didik pada kelas X,
XI, atau XII;
3. KD yang dapat dicapai oleh ≤ 49% dari jumlah siswa peserta didik kelas X, XI,
atau XII.
Manfaat hasil analisis adalah sebagai dasar untuk meningkatkan kriteria ketuntasan
minimal pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian
kriteria ketuntasan minimal dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data perolehan
nilai setiap peserta didik per mata pelajaran.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar